Sabtu, 26 Mei 2012

Kisahku dengannya …

Aku sudah cukup lama berkenalan dengannya kurang lebih 4 bulan yang lalu. Dia gadis yang imut, cantik, dan manis. Walaupun aku hanya melihatnya di situs jejaring sosial bertanda huruf F saja, tapi aku cukup ‘intens’ dalam memandangi setiap foto-foto indahnya. Sebut saja Ikha, wanita yang kini tinggal di daerah di Kepulauan Riau yang juga pernah berdomisili di Serang, Banten. Muka imutnya membuatku tak bisa beranjak dari monitor didepan mataku dan membuat tangan kananku diam tak ingin mengganti ke link yang lain. Aku ingin sekali memilikinya, dan menjaga dia seperti aku menjaga pacarku sendiri.

Dan pada suatu saat, tiba-tiba ia menghubungiku. Alasannya simpel, karena ia tengah dilanda kegalauan yang berlebih. Tentu saja aku yang sejatinya adalah friendly-friend, hehehe (PD dikit bolehlah…), tidak bisa memutuskan telpon itu begitu saja. Aku harus bisa jadi pendengar yang baik. Dan telpon itu kerap berlanjut, hingga esok, esok, dan esoknya lagi. Sampai aku yang merasakan sendiri, betapa tulusnya ia terhadap orang yang dicintainya. Khayalan pun datang di benakku, bagaimana kalau aku yang menjadi posisi si ‘lelaki’ itu? Hmm… Gak ragu-ragu lagi deh.

Adakalanya ku menginginkan gadis yang setia, baik, dan penuh pengertian. Jadi saat itu aku mencoba untuk membuka diri untuknya…

Aku ingat salah satu percakapan di telpon itu ia berkata, “In… aku ingin banget ada sesosok lelaki yang bener-bener setia, jujur, dan mau menjadi pacar aku. Aku akan menyayangi dia banget, sampai hatiku yang paling dalam,” ujarnya dalam telpon itu. Sontak perkataan itu membuatku tersentuh. Apalagi yang ku telpon itu adalah gadis yang ingin aku sayang dan aku jadiin pacar. Bahasa inggrisnya adalah “No way to stop”. Tak ada jalan untuk berhenti. Ketika kamu mantap dengan pilihanmu, maka jangan khianati. Dan sebagai tahap awal, aku mencoba memberanikan diriku untuk menyatakan perasaan suka ku padanya. Hmm… So sweet dikit lah hehehehe :D

Akhirnya kami berdua jadian, walaupun hanya dengan ucapan maya. Tapi tenang, ada rencana untuk kami bertemu, dan aku akan menyatakan perasaan itu langsung dihadapnya (ciee ciee pritt pritt :p). Aku ingat saat itu aku tengah menonton siaran ulang Indonesian Idol sambil memasak mie instan kuah di dapur samping kamarku. Mulai dari situlah, setiap hari tidak pernah putus kontak-kontakan dari kami, mulai dari SMS, telpon, hingga chat Facebook. Kata-kata cinta makin menyeruak dan tak ada yang bisa mengentikan kami, sampai-sampai aku mengorbankan baterai HP Blackberryku ini kian nge-drop oleh karena sering di-charge sambil menelepon. Apa sih yang gak ku perbuat untuknya?

Seperti sudah ku lansir sebelumnya, memang ada rencana dari kami untuk saling bertemu. Dan dalam komitmen kami, tidak ada kebohongan, dan selalu inginmenjaga perasaan satu sama lain. Walaupun longdis ga jadi masalah, wong katanya Ikha ingin menetap di Serang, Banten, beberapa bulan kedepan kok. Jadi tidak ada yang perlu dikendalai. Aku yakin ini lancar, dan insyaallah sampai pada jenjang pelaminan diantara kami. Amminn

Namun perlahan keyakinan itu sedikit demi sedikit mulai patah akibat dari ‘discommitment’ yang tengah melanda kami. Beberapa hari sebelum pertemuan kami, aku kebut semua pekerjaan kampusku (PR), projek editing saudaraku yang seharusnya jadi dua minggu dari awal kukerjakan ku kebut semuanya. Belum lagi tugas meulis cerpen dari Kak Novi, senior aku di Pers Mahasiswa Orientasi. Semuanya hampir tidak mengenal istilah lelah dan harus dikerjakan dengan satu rumus SKS (Sistem Kebut Semalam). Aku ingin ketika ku bertemu dengannya untuk tujuh hari kedepan agar tidak ada yang menggangu pikiranku, baik itu PR kampus atau kegiatan yang menghalangi aktivitasku.

Pada beberapa hari sebelum pertemuan kami, dia (Ikha) kerap kali menghindar saat ku mencoba menelepon dan sms balik dirinya. Jawabnya seperti setengah hati, dan nggak ada upaya follow-up setelah ku putuskan sambungan telepon dan sms itu. Aku tanya kenapa, apa aku yang salah… karena hampir tidak pernah menghubungi dia, karena kesibukanku? Atau apakah? Tanyaku makin mengundang ketika beberapa hari setelah itu ia tidak pernah lagi menghubungiku.

Dan saat jum’at malam itu, aku di sms oleh dirinya, dan ia menyatakan bahwa ingin mengakhiri hubungan ini. Dengarku pecah, saat aku baca sms itu. Dia juga menambahkan alasan mengapa ia ingin memutuskan hubungan ini karena ia tengah menghadapi kanker dalam tubuh yang cukup ganas, dan ia tak mau aku terus memikirkannya. Aku tak melihat itu sesuatu yang buruk, karena aku akan tetap menerimanya. Tetapi caranya dia berbohong dan memilih untuk memutuskan sendiri, bener-bener membuat hatiku pecah menjadi berkeping-keping.

“Jadi ini alasan kamu kerapkali menghindar dari aku? Kalau kamu memang sudah ga mau commit lagi sama hubungan kita, terserah kamu sajalah!!!” kesalku padanya ketika ku sms balik sebagai tanda kekecewaan.

Sekarang batal sudah. Rencana sudah pecah menjadi berkeping-keping. Aku seakan ga percaya mengapa ini bisa terjadi. Aku ‘kebut’ semua pekerjaanku dan semua itu kulakukan sia-sia karena moment terindah yang dinanti harus pecah oleh karena ini. Dan hingga aku menulis tulisan ini di blog pribadiku, aku masih terasa sakit hati padanya. Maklum, karena insiden pemutusan sepihak ini adalah yang kedua kalinya. Yang pertama, kejadian serupa oleh karena cekcok kalimat diantara kami. Cukup sudah, aku ga mau dipermainkan.

Kesimpulannya adalah, cinta boleh buta. Tetapi kita perlu membuka mata lebar-lebar. Realita yang tanpa kita duga bisa terjadi. Sayangilah orang yang kamu sayangi, sebelum orang yang kamu sayangi itu berbalik menyayangi orang yang ia sayangi.