Jumat, 26 Oktober 2012

Teguran dari Mereka … (Part 2) : Menyikapi Arti Bahasa Tulisan

Dear Blogger …



Assalammualaikum .. Di malam takbiran yang sejuk ini indah terasa bila kita ikut mengumandangkan takbir menyambut Idul Adha yaa. Yap … Gema takbir malam ini tampak ramai mewarnai hiruk suara disekeliling kita. Malam ini, tepat beberapa jam menuju puncak Hari Raya Idul Adha, aku coba untuk memposting tulisan lagi nih. Nah, rencananya aku mau memposting tentang percintaan (hmmph … cinta lagi cinta lagi). Hehehe kali ini dipending dulu. Tapi aku mau berdiskusi mengenai sebuah fenomena di kalangan kita, blogger, yang cukup menjadi dilema ketika masalah ini bertambah besar dan dikhawatirkan menciprati kalangan lain yang sejatinya tak tersentuh oleh gigitan masalah itu. Yap … Bahasa Tulisan.

Tulisan ini merupakan tema sambungan dari posting pertama Teguran dari Mereka ...

Beberapa saat sebelum posting ini ada, aku sempatkan diriku untuk blogwalking dulu. Aku menemukan postingan baru dari Ocha Rhoshandha, Zachronisampurno, dan yang terakhir … Vpie Mahadhifa. Nah… yang terakhir inilah yang membuat kedua bola mataku terbelalak memantengi layar bening laptopku akan isi dari postingnya kali ini. Hmmph … bagi yang sudah melihat apa isi postingnya pasti sudah tahu lah yaa apa akar permasalahannya. Tetapi jika masalah ini sudah terungkit kedua kali, bagaimana? Haruskah kita menunggu masalah itu blowing untuk yang ketiga, keempat, sampai yang kelima kalinya? Tidak kan… ? Oleh karena itu … aku coba untuk berdiskusi mengenai hal ini karena aku nilai ini cukup serius. Dampaknya, bisa jadi kesenjangan pertemanan antar blogger, hingga yang paling parah … Permusuhan!!! Nauzubillahhi min Dzalik …

Yup. Ada diferensi pemaknaan diksi yang menjadi akar masalah disitu. Bagi beberapa orang, hal itu mungkin menjadi penilaian wajar atau bahkan sebuah kebiasaan. Tetapi untuk sebagian orang lagi, hal itu bisa jadi bahkan sangat sensitif. Betul gak sobat blogger?

Gak percaya? Aku coba referensikan pengalaman pribadiku yang kasusnya hampir menyerupai perseturuan antara Vpie Mahadhifa dengan Miz Tia di postingan terkininya yaa. Bukan dalam kehidupan blogger kawan, tetapi dalam status Facebook. Immanuel Laurens Morenzzo, demikianlah nama yang nanti akan aku samarkan menjadi kata ganti orang “dia” nanti.

Ceritanya begini. Ada salah satu status yang dibuat oleh si dia, beberapa waktu lalu. Kira-kira statusnya kayak menggalaui sesuatu gitu. Nah, karena dulu aku juga merasa dekat dengan dia, aku pun coba menimbrungkan diri komentar di status seorang mantan pengajar Taman Ceria Negeriku itu namun dengan maksud bercanda. Dan sobat blogger tahu apa yang terjadi selanjutnya??? Jawaban dari komentar balasan itu justru malah menghina aku dengan perkataan yang tidak sedap!! Kira-kira kurang lebih seperti ini lah :


Hei kau. Gak usah ikut campur urusan saya yaa. Pernah sekolah kan jangan kayak ***** (maaf sensor)


Aku yang melihat balasan komentar itu seketika langsung “JLEBB”. Aduuhhh … nusuknya tepat banget. Sakiiitttt …… padahal maksudku hanya bercanda, yaa semacam kalimat galau lah yaa. Maka seterusnya dari yang dulu kami sempat bersahabat sekarang saling menjauh karena perkataan demi perkataan dia yang aku nilai ‘kurang bersahabat lagi’.

Ada hikmah yang aku petik disini, dari kasusku dulu dengannya dan kasus perseturuan Dhifa dengan seorang blogger itu. Apa itu? Yap. Menyikapi Arti Bahasa Tulisan.

Sebuah tulisan, dalam faktanya hanya dapat diartikan sebagai satu lajur kesepahaman yang general sebenarnya. Kalau menilik pengalamanku yang tadi, aku menilai ada perbedaan tanggapan mengenai makna dari tulisanku itu. Dari hematku aku komentar sebagai tanda bercanda, dalam hematnya dia bisa jadi menganggap itu sebuah ejekan. Naahhh …. Sama kasusnya dengan Mbak Mahadhifa ini. Mungkin menurut ‘orang yang kini sedang berseteru dengannya’ ini, pemanggilan akrab nama tertentu masih dianggap wajar bahkan mungkin kebiasaan. Heitt tapi ingat … ada juga yang beranggapan itu menyinggung lho. Iya kan … ?

Jelas sekali sebenarnya ini ‘murni kesalahpahaman’. Oleh karena itu aku mengajak seluruh sahabat blogger apabila komentar yaa gunakan bahasa yang wajar-wajar sajalah, yang sopan secara umum dan dapat diterima masyarakat beretika. Pasti mengerti lah maksud harfiah yang aku katakan itu. Kalau kedua belah pihak masing-masing dapat menerima bahasa yang enak, yakinlah takkan ada ‘teguran dari mereka’ lagi. Setuju gak semua … ???

www.thecolor.com


Nah untuk sahabat bloggerku yang sangat aku nanti kedatangannya untuk komentar ini, Mbak Mahadhifa … maafkanlah dia. Maafkanlah orang-orang yang mungkin kamu nilai itu sebagai perendahan terhadap dirimu. Kita pun harus mengerti, mungkin itu sebuah kebiasaan dari mereka untuk menyambut teman barunya. Hmm … Bukan berarti aku membela dia juga lho. Tidak ada yang aku bela, karena aku yakin antara kamu dan dia sebenarnya tidak salah. Ini murni kesalahpahaman saja.

Dan untuk Miz Tia, mungkin coba untuk lebih bijaksana lagi menanggapi keadaan. Karena blogger itu sangat heterogan mbak. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus memahami perbedaan diantara kita dan jangan sampai perselisihan menjadi nuansa tidak sedap bagi blogger yang lain. Takutnya ada yang kecipratan pemahaman, akhirnya jadilah hal yang tidak diinginkan. Mungkin begitu saja diskusi hari ini. Semoga tali silaturahmi blogger bisa tetap baik dan jangan ada lagi perselisihan apapun alasannya.



Ohya, aku secara pribadi juga ingin mengucapkan :

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1433 HIJRIYAH sahabat blogger semua …