Jumat, 13 Juli 2012

Pekan Jurnalistik Seminar 2012 Universitas Negeri Jakarta (part 1) : Membaca Kebenaran, Melangkah Atas Kesadaran



Tak tahu harus berkata apa… dan tak tahu harus melakukan apa. Yang jelas minggu ini adalah minggu yang sangat bermanfaat buat aku. Kenapa? Karena aku baru saja usai mengikuti acara tahunan Latihan Dasar Pers Mahasiswa (LDPM) yang diadakan oleh LPM Didaktika Univ. Negeri Jakarta, Rawamangun Muka, Jakarta Timur, Rabu – Sabtu (4-7 Juli 2012). Banyak hal yang bisa aku ambil dari berlangsungnya kegiatan ini. Walaupun dari namanya terkesan seperti workshop biasa, namun segudang manfaat bisa aku petik dari acara ini.

Seperti biasa, tak henti-hentinya aku membeberkan sepatah kalimat ‘intermezzo’ terlebih dahulu. Hahaha :D. Penutupan rangkaian Indonesian Idol 2012 malam tadi membawa Regina menjadi ‘The Next Indonesian Idol’ tahun ini. Expresi itulah yang cukup menggambarkan bagaimana suasana hati aku sepulang dari penutupan rangkaian acara workshop barusan. Senang dalam hati, bisa berkenalan dengan banyak teman-teman LPM dari beragam Universitas terkemuka, juga tentunya … banyak konsentrasi yang bisa aku petik dari cara kerja jurnalisme di masa depan. Seperti itu, sahabat blogger ^ ^

Stop… !!!! Kali ini intermezzonya gak kepanjangan kan??? Hehehehe ^ ^. Setelah episode yang lalu (postingan sebelum ini), aku menceritakan ketakutan aku ketika memang benar akan ada yang mengancam hidup aku (di postingan (Konflik Hidup)), betul bukan? Ternyata hari ini (Sabtu, 7/7) kegiatan Taman Ceria Negeriku diliburkan, teman-teman. Horee :D Jadi pemikiran-pemikiran buruk itu harus sudah aku tanggalkan. Okey sahabat blogger : )

Baiklah, kawan. Tanpa perlu berlebar-panjang, aku mau share sedikit nih tentang apa udah aku dapat selama 4 hari seminar Didaktika ini. Mungkin bisa jadi referensi sahabat blogger semua yaa …

Pra-Hari ke-1
Rabu itu saya pertama kalinya datang menuju kantor pusat LPM Didaktika UNJ Jakarta, untuk melakukan registrasi. Nah, dari sinlah sensasi bermula. Saat aku mencoba mengetuk pintu dan melihat tembok dibalik dinding biru sekretariat Didak, seorang panitia melihatku dan mengajakku masuk. Pembawaannya santai banget, tidak seperti apa yang aku duga pasti akan ‘cuek-cuek’an layaknya orang baru kenal. Dari sini pula, aku semakin yakin kalau aku ingin menjajakan seminar ini hingga 4 hari kedepan. Aku sudah mulai mengenal Yudha, Ferika, Kurnia, Citra, Indah, Binar, Indra (namanya sama sepertiku, hahaha :D ), Daniel, dan banyak lagi. Bayangkan saja kawan-kawan, baru pertama kali masuk ke dalam aja, uuhhh….  semuanya…… udah pada berani main ceng-cengan sama aku. Ahahaayyy ……… :D

Hari ke-1
Setelah sempat pada tengah malam itu ban motor aku terjerat dedurian dan menghabiskan udara didalamnya, sehingga membuat aku harus mendorong motor lebih jauh lagi keluar dari kampus UNJ. Setelah di cek sama tukangnya, ternyata bannya harus ganti!!! Wuaduuh… piye iki? But yoo wiss lah. Ijek sitik duitku… tak mbayar, wis iku, mlaku meneh. Hahahaha (silakan sahabat blogger cari tahu artinya di kamus terdekat) :D

Okee. Kini di hari pertama workshop LDPM UNJ dimulai. Aku sekalian ingin share sedikit nih apa yang aku dapet selama di sini. Mungkin bagi sahabat blogger yang berminat atau ingin mendalami dunia jurnalistik, sahabat blogger pasti sudah tahu kan teori dasar dari jurnalistik itu apa? Yap betul. Kebenaran. Nah, kebenaran itu adalah salah satu dari sembilan elemen jurnalistik yang kudu alias wajib buat sahabat blogger terapkan pas saat meliput sebuah berita.

Selain itu, delapan elemen yang lain itu adalah loyalitas, verifititas, disiplinitas, independensitas, penemu forum publik, relevansi, berita yang komprehensif dan proposional, dan tentu saja… mendengarkan hati nurani kecil si aku ini. Jika sembilan elemen itu bisa kita penuhi, maka kita bisa menyebut diri kita sebagai seorang ‘aku berita’. Setuju?

Yang kedua kita perlu tahu sejarah jurnalisme itu berasal dari mana? Hmm… bicara tentang sejarah, pastinya sih pada zaman dahulu kala sebelum Indonesia merdeka, para awak manusia saat itu menggunakan media radio sebagai pengumuman kemerdekaan republik kita ini. Yup, dari zaman yang dulu banget ada koran yang ditulis tangan, ada koran khusus berbahasa melayu, dan lain-lain yang unik semua ada di zaman belanda.

Lagi, bicara tentang sejarah jurnalisme pers Indonesia pernah mengalami masa demokrasi pers yang kelam di era rezim Alm. Soeharto. Semua media dikekang pemberitaannya. Media yang membangkang tetap menulis sisi negatif dari pemerintahan beliau saat itu, langsung dibredel oleh petugas. Hrr… mengerikan bukan? Yap betul. Pers pada zaman itu memang bener-bener dibungkam oleh perarturan pemerintah.

Hari ke-2
Di hari ke-2 aku disuguhkan banyak ilmu mengenai materi teknik reportase, menulis berita, dan memahami bahasa jurnalistik. Dalam teknik reportase itu sendiri, aku sempat dianjurkan untuk tidak malu bertanya mengenal hal-hal yang seharusnya publik Indonesia tahu. Saat itu, aku pernah bertanya kepada trainer mengenai tata kriteria dalam berreportase.

“Kak… Benarkah ada tata juklak tersendiri dalam menorehkan sebuah pertanyaan saat reportase?”

Maksud aku begini. Ada seorang kawan aku seorang kontributor di Radar Banten bernama Indra. Ia mempertanyakan keetikaan aku saat kami dalam reportase dan wawancara sepasang atlit Djarum Indonesia Open beberapa bulan silam (hasil tulisannya di postingan sebelumnya Menatap Kekecewaan Tim Indonesia pada Babak Awal), karenaaku menanyakan kepada sepasang atlit perihal sebab musabab kekalahan mereka, dan pertanyaan dari aku ini berbuntut pada perdebatan. Lalu, benarkah apa yang aku tanyakan ini?

Trainer dalam materi ini ternyata mengerti apa yang dimaksudkan aku. Yang disebut sebagai ‘membuka kelemahan’ tim Indonesia saat berlaga di Djarum Indonesia Open saat itu, hanyalah salah mengerti dan miss-persepsi. Untuk kebutuhan pengetahuan publik Indonesia mengapa tim kita kerap gagal melawan tandingannya dalam suatu ajang olahraga nasional, hal itu menjadi sah dan wajib. Sekali lagi, dengan nota ‘untuk pengetahuan publik’. Dalam hal ini, publik perlu mengetahui mengapa tim Indonesia di awal ronde mengalami kegagalan. Begitu pula dengan reportase berita yang lainnya. Apabila ada hal yang tidak kamu mengerti, maka TANYAKANLAH… Karena wartawan itu selalu menanami sikap ‘skeptisme’ dalam dirinya. Skeptis yang berarti selalu penasaran dan ingin terus bertanya sampai jawabannya logis dan terpenuhi.

Begitu dalam halnya menulis berita dan memahami bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang enak dan hanya dapat dinikmati oleh orang yang sudah dewasa dan haus akan informasi. Tentu dengan tidak melewatkan kaidah terpenting 5W dan 1H (Apa, mengapa, siapa, dimana, kapan dan bagaimana). Jika kedua elemen itu bisa menyatu dalam sebuah tulisan, maka yakinlah tulisan kita pasti kian diminati banyak orang. Setuju … ?

Baru sampai hari ke-2 saja yaa sahabat blogger. Next postingan akan bersambung ke tulisan Pekan Jurnalistik Seminar 2012 Universitas Negeri Jakarta (part 2) yaa untuk tulisan aku di hari ke-3 dan ke-4 …

Selamat belajar jurnalisme kawan-kawan ^ ^