Senin, 18 Februari 2013

Kesalahan Terbesar … (Part 1) : Negara Islam Indonesia

http://aryasupang.files.wordpress.com



(Catatan Indrayana)

Assalammu’alaikum wr. Wb.

Pasti banyak yang bertanya-tanya yaa kenapa hampir seluruh komentarku di blog teman-teman terselip kalimat "maaf" di akhir kolom komen semuanya?? Hehehe.... Iyaa betul. Aku mau minta maaf sebelumnya buat temen-temen blogger yang udah lama banget gak aku kunjungin blognya dan komen karena kesibukan disini yang aku gak mengira akan harus membengkalai kegiatan blogwalking yang sangat aku cintai ini. Pokoke minta maaf banget dari aku yang sedalam-dalamnya....
Lain kapan aku share-share deeh kenapa aku bisa dengan lamanya ninggalin dunia blog ini. Huhuhuu :'(


Alkhamdulillah … akhirnya bisa kembali berada disini untuk menuliskan posting lagi setelah lagi-lagi hampir seminggu terbengkalai. Huffh… huffhh… Kali ini, aku igin cerita mengenai kisah nyata dari hidupku yang sudah pernah aku janjikan kepada Mas Rawins beberapa saat lalu ketika ia pernah memposting tentang seorang pejuang reformasi keislaman, yakni Sekar Madji Marijan Kartosoewiryo. Hmm.. ada apakah gerangan??

Ok. Mari kita berhenti berspekulasi terlebih dahulu. Intermezzo kali ini adalah, mohon maaf kepada sahabat blogger yang belum sempat aku BW selama hari ini yaa… Maaf, maaf bangeettt….. Kondisi fisik yang kurang baik ditambah dengan manajemen waktu yang kurang teratur menyebabkan kegiatan blogging jadi agak terganggu. Maaf… sekali lagi maaffff bangeeetttt. Hehehe… Mungkin aku akan cerita mengapa aku bisa jadi sesibuk ini dalam posting selanjutnya yah…


Yap. Back to the topik…


Baru ini kali aku rasanya ketir-ketar dalam menjalankan hidup yang menurutku kurang sesuai porsi kenyamanannya. Mau dibilang enak memilih posisi ini, takut dibilang salah. Eh giliran mau memilih posisi lain, takut disangka pengikut pemikiran orang. Begitupun juga dengan topik yang akan kita diskusikan ini. Entahlah aku tidak mau mengecap apakah yang pernah kutempuh ini salah atau benar, tetapi yang pasti ini semua sudah terjadi dan aku tidak bisa mengulang waktu yang sama hanya karena aku ingin mengembalikan sejarah hidupku menjadi normal seperti biasa, karena langkah yang pernah kutempuh ini pernah membuat hancur berantakan keharmonisan dalam keluargaku.


Ehh.. Kok begitu???


Yap. Negara Islam Indonesia. Aku terinspirasi dari posting yang pernah diangkat oleh Mas Rawins dalam judul “Kartosoewiryo” nya beberapa saat lalu. Sekaligus teringat masa yang pernah kualami akibat dari negara besutan beliau tersebut, aku ingin sharing kepada sahabat blogger semua agar kita bisa memilih sendiri, dan menilai sendiri yang manakah yang harus kita sikapi dan yang mana pula harus kita jauhi. Tetapi kalau bisa, jauhilah langkah yang satu ini.


Pendiri Negara Islam Indonesia, atau selanjutnya kita sebut saja NII, menekankan pada visi dan misi menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi Negara Islam. Yap. Negara yang total 1000 persen Islam, mulai dari rakyatnya, pemimpinnya, hukumnya, aturannya, hingga sampai ke ujung-ujung hal yang kecil semuanya diislamkan. Dasar mulanya simpel, karena dahulu kala Nabi Muhammad SAW pernah hijrah dari Makkah menuju Madinah, dan beliau membangun kehidupan baru yang lebih baik disana. Atas dasar inspirasi itulah mereka para missionaris NII semakin gencar dalam mengajak masyarakat luas untuk hijrah kependudukan (bukan hijrah = terbang ke luar negeri) dari identitas NKRI menjadi NII.


Cerita bermula dari aku yang dulu pernah ikut training kerja di Bursa Efek Indonesia Berjangka (BBJ), aku berkenalan dengan seorang gadis yang sangat cantik sekali. Yap, dia cantik banget. Hehehe… (Uhuk..  :p). Setelah berkenalan kita, beberapa hari aku dan dia makin akrab saja. Sipplah… Pada saat itu aku mikirnya masih yang simpel-simpel, yakni berteman aja dulu, tar juga tiba waktunya #halaahhh.. apasih :D

Tak lama setelah beberapa hari, ia mengajakku ke sebuah rumah yang terletak di kawasan Balekambang, Condet, Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Masjid Al-Mabruk (hanya saja aku lupa nomor rumahnya). Aku diperkenalkan dengan seseorang yang mengaku-ngaku sebagai guru les Bahasa Jepang. Keysia, bukan nama sebenarnya, demikianlah ia kenalkan dirinya kepadaku saat itu. Setelah aku diajak masuk ke dalam rumahnya, setelah sebelumnya aku pernah diajak untuk belajar Bahasa Jepang olehnya. Namun apa teman-teman, bukan pelajaran Bahasa Jepang yang aku peroleh, tetapi diskusi kritis tentang kondisi Indonesia dan bedah Al-Quran. Waduhhh…


Aku paham betul ilmuku dalam membedah Al-Quran bahkan belum ada seperkecilnya, tetapi aku tahu tatanan hidup beragama dan bertoleransi sehari-hari yang aku pegang dalam sebuah keyakinan yang aku teguhkan sendiri, termasuk dalam mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani, meyakini hari Valentine sebagai hari kasih sayang yang bukan untuk dirayakan tetapi untuk dirasakan, dan masih banyak lainnya. Sampai” aku harus berbeda pendapat sama Mbak Dini.. Hehe, tetapi yang namanya keyakinan dan pendapat, yaaa….. sudahlah. Toh, ini pendapat saya sendiri.


Tetapi dalam diskusi yang aku hampiri di kediaman Keyshia di Condet itu merelevansikan ketidakseimbangan hidup dengan hukum dan dalil Al-Quran. Semuanyaaaa. Disitu aku tidak disuruh untuk membaca huruf arabnya, tetapi aku disuruh untuk memahami artinya. Karena menurut mereka, bisa baca arabnya tetapi tidak paham betul sama maknanya tak ubahnya seperti orang bule yang berbicara bahasa Indonesia tetapi tidak tahu arti dari kalimat yang ia ucapkan itu.

Kemacetan Jakarta, korupsi, pembunuhan, penculikan, pemerasan, pokoknya semua yang jelek-jelek yang sering terjadi di Indonesia mereka menuding karena hukum yang negara kita pakai saat ini, KUHP, tidak cocok dengan negara kita, tetapi hanya cocok menggunakan hukum Islam alias Al-Quran. Juga, mereka sempat membawa-bawa sedikit isu SARA bahwasanya negara yang memiliki 5 agama dalam satu negara (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha) tak ubahnya seperti Pohon Pinang. Pohon yang dikenal sebagai pohon berbuah heterogen itu diyakini akan mudah sekali jatuh ke bawah tanah. Diidentikkan dengan mereka kondisi Indonesia saat ini yang banyak sekali hutang dari Bank Dunia pasti akan jatuh dan tak terselamatkan lagi.

Memang pada prinsipnya mereka para missionaris NII itu menentang sistem Liberalian yang ada saat ini di negara kita. Tapi ini tidak ada kaitannya dengan Bapak Kebebasan JIL atau Jaringan Islam Liberal dengan pendirinya Mister Ullil Abshar Abdalla. Sama sekali tidak ada, hanya para missionaris NII ini menginginkan negara kita Indonesia negara yang tidak hanya mendepak jauh-jauh sistem Liberalian ini, tetapi juga menjadikan negara yang berhukum pedoman Al-Quran, dan menjadikan seluruh rakyatnya beragama Islam.


Tapi berbicara tentang menjadikan seluruh rakyat Indonesia beragama Islam, itu tidak akan pernah terjadi. Mau bagaimanapun caranya dan apapun strateginya, mau tidak mau dan suka tidak suka itu urusannya sudah keyakinan. Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa agama lain adalah salah karena mereka para penganut agama lain memiiki dasar dan kitab yang mereka yakini sendiri sebagai penuntun hidup hingga akhir zaman nanti.



Nah, kalau sudah begini, masihkah mereka para Missionaris menjalankan tugasnya yang mereka yakini diri mereka sebagai “Pejuang Islam” tersebut????
Lalu bagaimana dengan aku yang sudah pernah terjun ke dalam sana??? Apa saja pengalaman yang aku dapat????
Mengapa aku harus mengklaim langkah aku masuk ke NII adalah langkah yang SANGAT SALAH????




Tunggu kelanjutannya dalam posting “Kesalahan Terbesar … (Part 2) : NII dan Ceritaku” yaa…….